Minggu, 04 Desember 2011

KEBIJAKAN MONETER DAN PERBANKAN INDONESIA


Bab      3
 



PENDAHULUAN
Kebijakan moneter sebagai salah satu bagian dari kebijakan ekonomi makro pada dasarnya merupakan kebijakan pengendalian jumlah uang beredar agar sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dalam suatu sistem perekonomian. Melalui pengendalian jumlah uang beredar tersebut diharapkan dapat dicapai suatu tingkat pertumbuhan ekonomi tanpa menyebabkan terjadinya inflasi akibat bertambahnya jumlah uang yang beredar yang mendorong permintaan barang-barang atau disebut demand pull inflation.
Sasaran kebijakan moneter yang ingin dicapai oleh otoritas moneter di Indonesia pada prinsipnya adalah pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga dan tingkat bunga, dan keseimbangan neraca pembayaran serta untuk mencapai pemenuhan kesempatan kerja. Perencanaan moneter tersebut dibuat Bank Indonesia dalam bentuk program moneter yang pada dasarnya merupakan perencanaan jumlah uang yang akan beredar pada periode tertentu atas dasar asumsi-asumsi tertentu. Program moneter tersebut memberikan kerangka dasar mengenai rencana yang perlu dicapai oleh Bank Indonesia dalam pelaksanaan tugas pengendalian moneternya. Selanjutnya berdasarkan program moneter tersebut dilakukan pemantauan secara terus menerus terhadap perkembangan besar-besaran moneter yang dijadikan target. Bank Indonesia secara rutin mengeluarkan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia baik secara mingguan maupun bulanan disamping Laporan Tahunan Bank Indonesia. Laporan statistik tersebut memberikan informasi mengenai posisi antara lain sebagai berikut:
a)      Neraca otoritas moneter
b)      Jumlah uang beredar
c)      Neraca gabungan perbankan
d)      Posisi likuidasi perbankan
e)      Kegiatan mobilisasi dana masyarakat
f)       Posisi kredit perbankan
g)      Suku bunga
h)      Pasar uang dan modal
i)        Keuangan pemerintah
j)        Neraca pembayaran
k)      Produk domestik bruto
l)        Jumlah penanaman modal dalam dan luar negeri
m)    Indeks harga
n)      Indikator ekonomi dan moneter internasional
Selanjutnya dari kegiatan pemantauan dapat diketahui apaka  target besar-besaran moneter tersebut dapat dicapai, kurang dari yang ditargetkan atau bahkan telah melampaui.

KONSEP UANG BEREDAR DAN PENGENDALIANNYA
Pengertian uang beredar yang umum digunakan di Indonesia dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu uang beredar dalam arti sempit atau disebut juga narrow money (M1) dan uang beredar dalam arti luas atau broad money (M2). M1 terdiri atas uang kartal yang beredar di masyarakat (tidak termasuk uang kartal yang ada di bank) ditambah dengan uang giral. M2 merupakan penjumlahan dari M1 ditambah tabungan dan deposito berjangka atau disebut juga uang kuasi (quasi money).
Strategi pengendalian uang beredar dirumuskan berdasarkan penyesuaian instrumen kebijakan moneter antara lain operasi pasar terbuka, penyesuaian ketentuan likuiditas wajib minimum (reserve requirement), fasilitas diskonto. Di negara-negara industri, pengendalian uang beredar dilakukan dengan menggunakan besaran moneter seperti jumlah uang beredar atau tingkat bunga jangka panjang sebagai target antara (intermediate target).
Permasalahan yang krusial atas penggunaan strategi pengendalian moneter antara lain adalah memilih besaran moneter yang ada, target antara mana yang bisa digunakan dalam pengendalian moneter dimasa yang akan datang dalam situasi yang penuh ketidak pastian. Agregat atau besaran-besaran moneter yang mungkin dapat dipertimbangkan untuk dipilih sebagai target antara dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu:
a)      Jumlah uang beredar, kredit perbankan, uang primer (likuiditas wajib perbankan dan digolongkan sebagai M0), deposito atau disebut monetary target, dsb
b)      Penghasilan yang diperoleh dari agregat moneter seperti tingkat uang pinjaman bank atau surat berharga pemerintah.
Sementara itu, di Indonesia sejak digunakannya target antara dalam pengendalian moneter maka variabel agregat moneter yang digunakan adalah jumlah uang beredar meliputi uang primer (M0), M1 dan M2. Alasan kenapa jumlah uang beredar lebih disukai dari suku bunga jangka panjang sebagai target atara didasarkan pada alasan historis.

KEBIJAKAN PENGENDALIAN UANG BEREDAR
Strategi pengendalian moneter sebelum dan setelah era deregulasi (1983) pada prinsipnya tidak bberbeda dengan cara pengendalian sebelum deregulasi dalam arti bahwa kebijakan pengendalian moneter didasarkan pada penggunaan target moneter sebagai target antara. Namun diantara kedua cara pengendalian tersebut terdapat beberapa perbedaan dalam pelaksanaannya meliputi antara lain:
Target moneter. Dalam kurun waktu sebelum deregulasi 1983, target utama yang digunakan adalah broad money yaitu jumlah uang beredar dalam arti luas (M2). Sementara setelah deregulasi, target antara yang digunakan tidak hanya M2 tapi juga narrow money yaitu uang beredar dalam arti sempit (M1).
Target operasional yaitu suatu besaran yang memiliki hubungan dengan target antara. Sebelum deregulasi target operasional yang digunakan adalah aktiva domestik netto perbankan atau sering juga disebut total kredit perbankan. Sementara setelah deregulasi target operasional yang digunakan adalah agregat cadangan atau tingkat bunga jangka pendek.
Pencapaian target operasional. Sebelum deregulasi pengendalian moneter dilakukan secara langsung di mana target operasional ditentukan secara administratif. Instrumen kebijakan moneter yang digunakan meliputi pagu atau ceiling kredit, pagu tingkat buga, alokasi kredit terutama pada sektor-sektor yang berprioritas tinggi.

INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER
Sebelum terjadinya krisis ekonomi yang diawali dari krisis rupiah yang terjadi pada pertengahan 1997 kemudian diikuti dengan krisis moneter dan segera menjadi krisis ekonomi sejak akhir 1997, perekonomian Indonesia dalam beberapa tahun terakhir apabila diamati terlihat semakin meningkatnya kepercayaan terhadap kestabilan ekonomi makro. Indikasi tersebut dapat tercermin dari semakin terintegrasinya perekonomian Indonesia dengan perekonomian dunia yang dibarengi dengan semakin meningkatnya aliran masuk modal asing.
Kegiatan ekonomi Indonesia dalam tahun 1996 juga masih cukup kuat. Masih kuatnya kegiatan ekonomi domestik ini juga akan mendorong tetap tingginya permintaan masyarakat terhadap likuiditas. Keadaan ini apabila tidak dikendalikan secara hati-hati akan menghasilkan pertumbuhan besar-besaran moneter yang tetap tinggi yang apabila dibiarkan akan menyebabkan tekanan-tekanan pada harga dan neraca pembayaran.
Dalam kondisi ekonomi yang semakin kompleks pengendalian moneter tidak cukup dilakukan hanya dengan satu atau dua instrumen saja. Berbagai instrumen kebijakan moneter yang digunakan Bank Indonesia untuk mempengaruhi besar-besaran moneter antara lain sebagai berikut:

Operasi pasar terbuka. Ini dilakukan melalui penjualan dan pembelian surat berharga SBI dan SBPU. Untuk lebih mengefektifkan operasi pasar terbuka ini, Bank Indonesia telah mengembangkan kedua instrumen tersebut dengan menambahkan fasilitas repurchase agreement (repo) ke masing-masing instrumen sehingga saat ini dikenal SBI repo dan SBPU repo.

Fasilitas diskonto. Fasilitas diskonto ini disediakan bagi bank-bank dalam rangka memperlancar pengaturan likuiditas sehari-hari, khususnya bank yang menghadapi maturity mismatch antara penanam dan pendananya. Fasilitas diskonto dilakukan dengan cara penjualan surat berharga repo atau penjaminan surat berharga. Surat berharga yang dewasa ini dapat dipergunakan adalah SBI dan atau SBPU yang diendos oleh bank lain.

Giro Wajib Minimum (GWM). Untuk pertama kalinya sejak Pakto 1988 Bank Indonesia menggunakan GWM untuk mengerem pertumbuhan besar-besaran moneter yang masih tinggi yaitu dengan menetapkan GWM menjadi 3% pada Februari 1996 (ketentuan likuiditas wajib minimum sebelumnya menurut Pakto 1988 adalah 2%). GWM pada dasarnya adalah sejumlah minimum dana yang harus selalu tersedia pada saldo giro setiap bank pada Bank Indonesia. Keharusan menyediakan sejumlah minimum dana ini juga disebut likuiditas wajib minimum (statutory reserve requirement) yang saat ini sebesar 5% dari dana pihak ketiga yang dihimpun berlaku sejak April 1997.

Persuasi moral. Kebijakan ini dilakukan oleh Bank Indonesia dengan meminta atau mengimbau bank-bank untuk selalu mempertimbangkan kondisi makro ekonomi maupun kondisi mikro masing-masing bank dalam menyusun rencana ekspansi kredit yang realitas. Kebijakan persuasi moral atau moral suasion ini pada dasarnya dimaksudkan untuk mendorong perbankan agar senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memberikan kredit, namun dengan tetap memberikan kebebasan bagi perbankan untuk tumbuh dan berkembang berdasarkan mekanisme pasar.

KEBIJAKAN MONETER DAN PERBANKAN
Perkembangan moneter dan perbankan di Indonesia sejak orde baru pada dasarnya dapat digolongkan dalam 3 periode, yaitu:

Periode stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Kebijakan moneter dan perbankan pada periode stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi di awal orde baru pada dasarnya untuk mengatasi kondisi ekonomi yang sangat memprihatinkan saat itu. meskipun tidak ada angka inflasi yang pasti dan disepakati namun berbagai pengamat memperkirakan tingkat inflasi berkisar 650% pertahun, suatu angka yang fantastis dibandingkan dengan kondisi perekonomian negara-negara tetangga saat itu. Untuk menghambat laju inflasi tersebut pemerintah mengupayakan pengendalian tingkat inflasi kebatas yang lebih aman, meningkatkan ekspor, dan mencukupkan sandang bagi masyarakat. Dalam rangka mengendalikan inflasi diambil dua kebijakan pokok. Pertama mengubah kebijakan anggaran defisit menjadi anggaran berimbang. Kedua, menjalankan kebijakan kredit yang sangat ketat dan kualitatif. Pada periode ini pula pemerintah, sebagai bagian dari penataan kembali ekonomi, dilakukan pula penataan sistem perbankan dengan mengeluarkan Undang-undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan dan Undang-undang No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia.

Periode saat ekonomi ditunjang sektor minyak. Kebijakan pemerintah dalam upaya mobilisasi dana masyarakat sebagai sumber pembiayaan pembangunan disertai dengan penyediaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang berbunga rendah memperbesar kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit. Penyediaan KLBI dalam jumlah besar akibat besarnya penerimaan negara dari hasil ekspor minyak pada pertengahan dekade 1970-an yang dikenal dengan istilah “boom minyak”, mendorong tingginya kembali tingkat inflasi. Kebijakan moneter yang ditempuh pada periode boom minyak ini antara lain:
a)      Menetapkan pagu kredit (credit ceiling) dan aktiva lainnya.
b)      Menaikkan bunga kredit.
c)      Menaikkan bunga deposito.
d)      Menaikkan ketentuan cadangan likuiditas wajib.

Periode deregulasi perbankan. Memasuki dekade 1980-an ekonomi Indonesia mengalami resesi sebagai da,pak dari resesi dunia. Produk domestik bruto turun drastis menjadi hanya 2,2% dibandingkan rata-rata 7,7% pada tahun-tahun sebelumnya, bahkan pernah mencapai 9,9% pada tahun 1980. Sementara itu, neraca pembayaran terus meburuk dan bahkan terjadi defisit sebesar USD 1,930 juta pada tahun 1982. Untuk mengatasi kondisi ekonomi yang semakin memburuk tersebut, pemerintah melakukan perubahan kebijakan di bidang ekonomi termasuk moneter dan perbankan. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh pemerintah pada saat itu antara lain:
a)      Penyesuaian nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat pada bulan Maret 1983 dari Rp 700 menjadi Rp 970.
b)      Penjadwalan ulang proyek-proyek yang menggunakan devisa dalam jumlah besar.
c)      Melakukan deregulasi sektor moneter dan perbankan dengan berbagai jenis paket kebijakan.

PENGATURAN BANK DENGAN PRINSIP KEHATI-HATIAN (PRUDENT BANKING)
Struktur pasar keuangan (financial markets) yang sehat ditunjang oleh pelaku pasar yang sehat pula akan membantu berbagai langkah stabilitas ekonomi mencapai sasarannya. Oleh karena itu dibutuhkan pelaku pasar keuangan yang mampu menangkap sinyal-sinyak indikatif yang diisyaratkan otoritas perusahaan. Sejalan dengan itu Bank Indonesia harus terus berupaya meningkatkan profesionalisme pelaku dalam sektor perbankan agar dapat menciptakan bankir yang tangguh dan profesional. Melihat jumlah kantor bank yang semakin bertambah, Bank Indonesia jelas memiliki keterbatasan dalam melakukan pengawasan. Untuk itu Bank Indonesia mengembangkan pola pembinaan dan pengawasan yang mengarah pada industri perbankan yang mampu mengatur sendiri dalam menerapkan pelaksanaan prinsip kehati-hatian.

PENILAIAN AKTIVA PRODUKTIF
Aktiva produktif atau earning assets perbankan yang dilakukan penilaian adalah mengenai kualitasnya yang meliputi penanaman dana, baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing, dalam bentuk kredit dan surat berharga. Dalam rangka melakukan monitoring terhadap kinerja kegiatan bank terutama disisi aktivanya, berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/267/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998 menetapkan suatu ketentuan yang berkaitan dengan penilaian terhadap penanaman dana bank dalam bentuk aktiva produktif.

LIKUIDASI BANK
Likuidasi adalah tindakan pemberesan berupa penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat pembubaran badan hukum bank. Likuidasi bank dilakukan dengan cara pencairan harta dan atau penagihan piutang kepada para debitur, diikuti dengan pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dan hasil pencairan dan atau penagihan tersebut.
Ketentuan likuidasi bank diatur dalam Pasal 37 UU No. 10 Tahun 1998. Menurut ketentuan bahwa dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, dan atau membahayakan sistem perbankan, Bank Indonesia dapat melakukan beberapa tindakan yang dipandang perlu.
Suatu bank dikatakan mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya apabila berdasarkan penilaian Bank Indonesia, kondisi usaha bank semakin memburuk, antara lain ditandai dengan menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan rentabilitas serta pengelolaan bank yang tidak dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan prinsip-prinsip perbankan yang sehat. Sedangkan bank yang diperkirakan membahayakan sistem perbankan adalah apabila tingkat kesulitan yang dialami dalam melakukan kegiatan usaha bank tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada bank lain, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan dampak berantai kepada bank-bank lain.

KONDISI PERBANKAN ERA KRISIS MONETER
Tahun 1997/1998 merupakan tahun yang terberat dalam tiga puluh tahun pelaksanaan pembangunan ekonomi Indonesia. Diawali oleh krisis nilai tukar yang terjadi pada tahun 1997. Sejak itu, kinerja perekonomian Indonesia menurun tajam dan berubah menjadi krisis yang berkepanjangan di berbagai bidang. Proses penyebaran krisis berkembang cepat mengingat tingginya keterbukaan perekonomian Indonesia dan ketergantungan pada sektor luar negeri yang cukup besar. Krisis tersebut berkembang semakin parah karena terdapatnya berbagai kelemahan mendasar di dalam perekonomian nasional terutama di tingkat mikro.
Untuk mengatasi krisis yang semakin dalam, pemerintah telah menempuh berbagai upaya. Akan tetapi, upaya-upaya tersebut tidak begitu menunjukkan hasilnya karena adanya krisis kepercayaan terhadap kemampuan pengelolaan dan prospek perekonomian semakin melemah. Dengan semakin parahnya krisis yang terjadi, kegiatan intermediasi di sektor keuangan, terutama perbankan, terganggu sehingga aliran dana untuk membiayai kegiatan investasi dan produksi mengalami berbagai hambatan.
Kelemahan fundamental mikroekonomi juga tercermin pada kerapuhan (fragility) yang terdapat dalam sektor keuangan, khususnya perbankan. Sebagian dari kerapuhan tersebut terkait dengan kondisi makroekonomi yang kurang stabil terutama berupa gejolak nilai tukar rupiah dan tingginya suku bunga. Ketidak stabilan makroekonomi dan respons kebijakan yang diambil pemerintah menyebabkan bank sangat sulit melakukan penilaian yang akurat megenai risiko kredit dan risiko pasar.
Besarnya tekanan arus modal keluar (capital outflow) yang dipicu oleh krisis keuangan di negara-negara tetangga, antara lain misalnya Thailand, telah menyebabkan merosotnya nilai tukar rupiah. Melemahnya nilai tukar rupiah tersebut sangat dipengaruhi oleh permintaan dolar yang semakin besar untuk memenuhi kewajiban utang luar negeri yang segera jatuh tempo, membiayai impor, serta tujuan-tujuan spekulatif terhadap rupiah. Untuk mengatasi krisis tersebut Bank Indonesia telah melakukan berbagai langkah antara lain melebarkan rentang intervensi nilai tukar rupiah terhadap dollar dari 8% menjadi 12% yang disertai intervensi baik di pasar forward maupun spot. Sistem nilai tukar mengambang bebas diterapkan dan intervensi di pasar valuta asing ditingkatkan.
Sebagai langkah awal dalam rangka penyehatan di bidang perbankan, pada tanggal 1 November 1997, setelah dilakukan penelitian dan pemeriksaan yang cermat oleh Bank Indonesia pemerintah kemudian mencabut izin usaha 16 bank yang dinyatakan insolvent. Upaya ini semula dimaksudkan untuk memulihkan kepercayaan kepada perbankan, telah ditanggapi secara negatiif oleh masyarakat berupa penarikan dana secara besar-besaran dan pemindahan dana dari bank yang dianggap kurang sehat ke bank yang sehat. Perkembangan ini menyebabkan sejumlah bank mengalami kesulitan likuiditas, sehingga banyak bank yang melanggar ketentuan Giro Wajib Minimum. Sejumlah bank bahkan mengalami saldo negatif atas rekening gironya di Bank Indonesia. Untuk menghindari terjadinya dampak berantai (contageon effect) terhadap bank-bank lain yang pada gilirannya menimbulkan risiko yang lebih besar terhadap sistem perbankan secara keseluruhan (systematic risk).

KEBIJAKAN PEMULIHAN PERBANKAN
Dengan terus menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan kian meningkatnya penarikan dana masyarakat dari perbankan disamping bertambahnya jumlah non performing assets terutama portofolio kredit bank (non performing loan), semakin memperburuk kondisi perbankan. Jumlah bank yang mengalami kesulitan semakin bertambah yang berakhir dengan pengambilalihan atau bank take over (BTO), pembekuan kegiatan operasional (BBO) atau bank beku kegiatan usaha (BBKU).
Menyadari bahwa krisis yang terjadi telah semakin memburuk, pemerintah mempercepat dan memperluas cakupan program stabilisasi reformasi ekonomi dengan melakukan penandatanganan memorandum kesepakatan (letter of intent) dengan IMF pada tanggal 15 Januari 1998. Khusus untuk moneter, pemerintah mengarahkan kebijakan pada upaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada perbankan.

PROGRAM PENJAMINAN TERHADAP KEWAJIBAN PERBANKAN
Dalam ragka usaha pemulihan kepercayaan para deposan dan kreditur baik dalam negeri maupun luar negeri terhadap sistem perbankan Indonesia dan dalam rangka membangun kembali sistem perbankan yang sehat sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pemerintah menetapkan untuk melaksanakan program yang komprehensif pemulihan sistem perbankan. Program ini meliputi dua unsur utama, yaitu. Pertama, penyediaan jaminan penuh oleh pemerintah kepada seluruh nasabah deposan dan kreditur bank umum nasional. Kedua, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Nasional. Program penjaminan ini pada dasarnya adalah pemerintah menjamin seluruh dana masyarakat deposan dan kreditur bank yang berbadan hukum Indonesia dijamin pengembaliannya oleh pemerintah. Jaminan berlaku atas kewajiban baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing. Pengecualian terhadap jaminan tersebut berlaku sama untuk bank swasta maupun bank pemerintah. Jaminan tersebut berlaku pula untuk bank-bank yang sedang dalam proses restrukturisasi (merger, akuisisi, konsolidasi dan sebagainya).

PEMBENTUKAN BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL (BPPN)
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh gejolak moneter dan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat khususnya terhadap sistem perbankan nasional, pemerintah telah memberikan jaminan terhadap kewajiban pembayaran bank umum kepada seluruh deposan dan kreditur sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998. Sebagai pelaksanaan jaminan pemerintah terhadap kewajiban bank tersebut di atas, maka dalam rangka pengawasan, pembinaan dan upaya penyehatan bank, dibentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada tanggal 27 Januari 1998 dengan Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1998 yang kemudian dikukuhkan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan. Sebagai tindak lanjut dari pendirian BPPN, pihak BPPN dan Bank Indonesia sebagai pengawas bank telah bekerjasama menetapkan suatu kebijakan strategis yang komprehensif dalam penyehatan bank. Penjabaran kebijakan tersebut dilakukan sejalan dengan jaminan yang telah diberikan pemerintah atas keamanan dana para deposan dan kreditur bank.

PROGRAM REKAPITALISASI PERBANKAN
Program restrukturisasi yang merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memulihkan kondisi perbankan yang terpuruk sebagai dampak dari krisis moneter yang berkepanjangan sehingga menjadi krisis ekonomi. Sejak berlangsungnya krisis eknonomi, sektor perbankan menghadapi berbagai masalah yang cukup serius. Pada akhir tahun 1997 dan awal 1998, seperti telah dijelaskan sebelumnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan merosot dengan pesat, para deposan dan penabung melakukan penarikan bersamaan (rush), bank-bank mengalami kesulitan likuiditas. Hal tersebut semakin meningkatkan ketidak percayaan masyarakat terhadap perbankan yang jelas dapat menjurus kepada runtuhnya sistem perbankan nasional, yang pada gilirannya akan mengakibatkan macetnya sistem pembayaran dan perekonomian. Untuk menghindari kemungkinan itu, maka pada akhir Januari 1998 ditempuh kebijakan penyelamatan dengan memberikan jaminan kepada para penabung, deposan dan kreditur bank. Dengan kebijakan ini maka bank-bank yang mengalami likuiditas dapat meminta bantuan likuiditas dari Bank Indonesia (BLBI).

Tahapan rekapitulasi. Tahapan-tahapan dalam rangka pelaksanaan program rekapitulasi meliputi pemeriksaan kondisi keuangan bank (due diligence), pengelompokan bank atas dasar kondisi permodalannya, penilaian terhadap rencana kerja (business plan) bank, penilaian fit and proper test pemegang saham pengendali dan pengurus bank, serta penyetoran modal dan pengikatan perjanjian bagi bank-bank yang memenuhi persyaratan.

SISTEM KEUANGAN INDONESIA



Bab      2
 



PENDAHULUAN
Sistem keuangan pada dasarnya adalah tatanan dalam perekonomian suatu Negara yang memiliki peran terutama dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa dibidang keuangan oleh lembaga-lembaga keuangan penunjang lainnya misalnya pasar uang dan pasar modal. Sistem keuangan Indonesia pada prinsipnya dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu sistem perbankan dan sistem lembaga keuangan bukan bank.
Lembaga keuangan ini dapat menerima simpanan dari masyarakat, maka juga disebut depository financial institutions yang terdiri dari bank umum dan bank perkreditan rakyat. Sedangkan lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan selain dari bank yang dalam kegiatan usahanya tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan.
       Dalam perjalanan sejarah perkembangan sistem keuangan Indonesia, sistem lembaga keuangan mengalami perubahan yang sangat fundamental terutama setelah memasuki era deregulasi, paket kebijakan 27 Oktober 1988 yang kemudian berlanjut dengan diundangkannya beberapa undang-undang dibidang keuangan dan perbankan sejak tahun 1992 yaitu :
1.      Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
2.      Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentanga Asuransi;
3.      Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;
4.      Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
5.      Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
6.      Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Konsekuensi dikeluarkannya undang-undang tersebut diatas, adalah perubahan struktur sistem lembaga-lembaga keuangan di Indonesia. Di samping itu, dari aspek pengaturan dan pembinaan, lembaga-lembaga keuangan menjadi semakin jelas dan kuat karena telah memiliki kekuatan hukum terutama dibidang perasuransian dan dana pensiun yang sebelumnya undang-undang diatas dasar hukum pengaturannya hanya dilakukan dengan keputusan-keputusan mentri keuangan.

SISTEM MONETER DAN PERBANKAN
Yang termasuk dalam sistem moneter adalah bank-bank atau lembaga-lembaga yang ikut menciptakan uang giral. Di Indonesia yang dapat digolongkan kedalam sistem moneter adalah otoritas moneter dan bank-bank pencipta uang giral. Oleh karena itu, sistem perbankan merupakan bagian integral dari suatu sistem moneter.
       Otoritas moneter sebagai lembaga yang berwenang dalam pengambilan kebijakan dibidang moneter, juga merupakan sumber uang primer, baik bagi perbankan, masyarakat maupun pemerintah.

FUNGSI OTORITAS MONETER      
Fungsi pokok otoritas moneter dapat disebutkan antara lain sebagai berikut :
1.      Mengeluarkan uang kertas dan logam
2.      Menciptakan uang primer
3.      Memelihara cadangan devisa nasional
4.      Mengawasi sisten moneter

FUNGSI SISTEM MONETER
Fungsi utama sistem moneter antara lain dapat disebutkan adalah :
1.      Menyelenggarakan mekanisme lalu lintas pembayaran yang efisien sehingga mekanisme tersebut dapat dilakukan secara cepat, akurat dan dengan biaya yang relative kecil.
2.      Melakukan fungsi intermediasi guna mempercepat pertumbuhan ekonomi.
3.      Menjaga kestabilan tingkat bunga melalui pelaksanaan kebijakan moneter.

JENIS-JENIS BANK
Bank BUMN
Bank badan usaha milik Negara (bank BUMN) pada dasarnya adalah bank yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh pemerintah. Oleh karena itu bank-bank ini sering juga disebut bank pemerintah.

Bank Pemerintah Daerah
Bank-bank milik pemerintah daerah adalah bank-bank Pembangunan Daerah yang pendiriannya didasarkan pada undang-undang No.13 Tahun 1962. Dengan diundangkannya undang-undang nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, BPD-BPD tersebut harus memilih dan menetapkan badan hukumnya apakah menjadi Perseroan Terbatas, koperasi atau perusahaan Daerah sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang tersebut diatas.

Bank Swasta Nasional
Bank Swasta Nasional adalah bank yang berbadan hukum Indonesia dan sebagai atau seluruh modalnya dimiliki oleh warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia.

Bank Asing
Jumlah bank asing yang beroperasi di Indonesia saat ini berjumlah 10 bank yaitu :
1. Citibank
6. Deutsche Bank
2. American Express Bank
7. ABN-Amro Bank
3. Bank of Tokyo
8. Bank of America
4. Standard Chartered Bank
9. Chase Manhattan Bank
5. Hongong and Shanghai Bank
10. Bangkok Bank

Bank Perkreditan Rakyat
Bank perkreditan rakyat (BPR) adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Usaha BPR yang diperbolehkan menurut undang-undang meliputi hal-hal sebagai berikut :
a)      Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
b)      Memberikan kredit
c)      Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil
d)      Menempatkan dananya dalam bentuk SBI, deposito atau tabungan pada bank lain.
Kegiatan usaha yang tidak diperkanankan dilakukan BPR antara lain :
a)      Menerima simpanan dalam bentuk giro
b)      Melakukan penyertaan modal
c)      Melakukan usaha perasuransian
d)      Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha sebagaimana disebut diatas.

BADAN HUKUM BANK
Pendirian bank menurut undang-undang nomor 10 tahun 1998 dapat memilih badan hukum sebagai berikut :
  • Perseroan terbatas
  • Koperasi, atau
  • Perusahaan Daerah 
BANK INDONESIA
Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 23 Tahun 1999 adalah bank sentral Republik Indonesia  yang merupakan lembaga Negara yang independen, bebas dari campur tangan pemerintah dan /atau pihak-pihak lainnya.
Kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang  yang mengaturnya. Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 dengan modal sekurang-kurangnya Rp.2 triliun.
       Untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah sebagai tujuan bank Indonesia perlu ditopang dengan tiga pilar utama yaitu :
a)      Kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian;
b)      Sistem pembayaran yang cepat dan tepat;
c)      Sistem perbankan dan keuangan yang sehat.
Dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, bank Indonesia berwenang menetapkan sasaran-sasaran moneter dan melakukan pengendalian moneter sebagai berikut :
a)      Melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang dittetapkan;
b)      Mengelola cadangan devisa untuk memenuhi kewajiban luar negeri;
c)      Memelihara keseimbangan neraca pembayaran; dan
d)      Menerima pinjaman luar negeri. 

TUJUAN BANK INDONESIA
Tujuan bank Indonesia, dalam undang-undang nomor 23 tahun 1999 (UU-BI) secara tegas dinyatakan dalam pasal 7 bahwa tujuan bank Indonesia adalah mencapai dan mencapai kestabilan nilai rupiah yang merupakan single objective Bank Indonesia. Kestabilan rupiah yang dimaksud adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa serta terhadap mata uang lain.
       Perumusan tujuan Bank Indonesia dalam bentuk single objective ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang akan dicapai dan batasan tanggung jawab yang harus dipikul oleh Bank Indonesia.

TUGAS BANK INDONESIA
       Untuk mencapai tujuan Bank Indonesia tersebut diatas yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan 3 bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu :
a)      Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
b)      Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;
c)      Mengatur dan mengawasi bank.

Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
       Untuk mencapai tujuan bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai rupiah, pasal 10 undang-undang no.13 Tahun 1999, Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter berwenang:
a)      Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkan;
b)      Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada :
·         Operasi pasar terbuka dipasar uang baik rupiah maupun valuta asing;
·         Penetapan diskonto;
·         Penetapan cadangan wajib minimum;
·         Pengaturan kredit atau pembiayaan.

Bank Indonesia sebagai Lender of the Last resort
       Sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas pengendalian moneter, bank Indonesia juga mempunyai fungsi lender of the last resort (pasal 11) yang memungkinkan Bank Indonesia membantu kesulitan pendanaan jangka pendek yang dihadapi bank.

Kebijakan nilai tukar
Kewenangan Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan nilai tukar ini antar lain berupa :
a)      Dalam sistem nilai tukar tetap berupa devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing;
b)      Dalam sistem nilai tukar mengambang berupa intervensi pasar;
c)      Dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali berupa penetapan nilai tukar harian serta pita intervensi. 

Kewenangan dalam mengelola cadangan devisa
Bank Indonesia melakukan pengelolaan cadangan devisa Negara (pasal 13 UU-BI) yang dimaksud dengan cadangan devisa disini adalah cadangan devisa Negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia, yang tercatat pada sisi aktiva neraca Bank Indonesia yang antara lain berupa emas, uang kertas asing dan tagihan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri. Tujuan pengelolaan dan pemeliharaan cadangan devisa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya menjaga nilai tukar.

DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA
Susunan anggota Dewan Gubernur
Dalam melaksanakan tugasnya, Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur yang terdiri atas :
a)      Seorang Gubernur
b)      Seorang Deputi Gubernur Senior sebagai Wakil Gubernur
c)      Sekurang-kurangnya 4 orang atau sebanyak-banyaknya 7 deputi gubernur sebagai pimpinan dewan gubernur

Tugas Dewan Gubernur
       Tugas Gubernur melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999.

Pengangkatan Dewan Gubernur
       Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Gubernur, calon yang bersangkutan harus memenuhi syarat antara lain :
a)      Warga Negara Indonesia
b)      Memiliki ahklak dan moral yang tinggi
c)      Memiliki keahlian dan pengalaman dibidang ekonomi, keuangan, perbankan, atau hukum.

Rapat Dewan Gubernur
       Rapat dewan gubernur sebagai suatu forum pengambilan keputussan tertinggi, diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum dibidang moneter yang dapat dihadiri oleh seorang menteri atau lebih yang mewakili pemerintah dengan hak bicara tanpa hak suara dan sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter atau kebijakan lain yang prinsipil dan strategis seperti kebijakan dibidang pengaturan dan pemeliharaan sistem pembayaran serta pengaturan dan pengawasan bank.

Larangan Dewan Gubernur
Anggota dewan gubernur harus tunduk pada ketentuan pelarangan sebagai berikut :
a)      Antara sesama anggota Dewan Gubernur dilarang mempunyai hubungan keluarga sampai derajat ketiga dan besan
b)      Anggota Dewan Gubernur baik sendiri maupun bersama-sama dilarang :
·         Mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung pada perusahaan manapun juga
·         Merangkap jabatan pada lembaga lain kecuali karena kedudukannya wajib memangku jabatan tersebut
·         Menjadi pengurus dan / atau anggota partai politik

INDEPENDENSI BANK INDONESIA
Independensi bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dapat dilihat dari beberapa aspek sebagai berikut :

Yuridis
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 merupakan landasan yuridis bagi independensi Bank Indonesia dimana dalam undang-undang tersebut dimuat berbagai elemen dari independensi Bank Indonesia.

Personalia
Independensi personalia secara yuridis ditunjukan dalam hal pengangkatan anggota Dewan Gubernur oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Persyaratan persetujuan DPR ini penting untuk menjaga indepensi Bank Indonesia dari intervensi pemerintah melalui pengangkatan anggota Dewan Gubernur.

Institusi
Bank Indonesia adalah lembaga Negara yang independen yang dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya bebas campur tangan pemerintah atau pihak-pihak lainnya. Secara structural, bank Indonesia berada diluar pemerintah sehingga dapat mengeliminir adanya intervensi terhadap tugas Bank Indonesia baik yang berasal dari pemerintah maupun pihak lain.

Tujuan
Tujuan Bank Indonesia difokuskan pada menjaga kestabilan nilai rupiah yang tercermin pada laju inflasi yang rendah dan kestabilan nilai tukar.

Tugas
Independensi dalam pelaksanaan tugas tercermin dari larangan bagi pihak lain untuk melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas-tugas Bank Indonesia. Bank Indonesia juga wajib menolak dan / atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

Manajemen
Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur yang sepenuhnya berwenang dalam menjalankan organisasi bank Indonesia dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Anggaran
Independensi dalam bidang anggaran terlihat dalam ketentuan pasal 60 yang menyatakan bahwa anggaran Bank Indonesia ditetapkan anggota Dewan Gubernur. Anggaran harus disampaikan kepada DPR yang dimaksudkan untuk dapat memantau pengelolaan kewenangan Bank Indonesia dalam anggaran serta kepada pemerintah sebagai bahan informasi berkaitan dengan surplus atau defisit anggaran Bank  Indonesia.

Transparansi
Transparansi atau akuntabilitas ini diwujudkan dengan pertanggung jawaban kepada publik dimana Bank Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka.

Akuntabilitas  
Dalam undang-undang nomor 23 tahun 1999 dianut pertanggungjawaban publik dimana setiap awal tahun anggaran Bank  Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka melalui media masa mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter tahun yang akan dating.

HUBUNGAN DENGAN PEMERINTAH
Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai bank sentral, memiliki hubungan dengan pemerintah sebagaimana diatur dalam pasal 52 sampai dengan pasal 56 sebagai berikut :
Bank Indonesia bertindak sebagai pemegang kas pemerintah dalam arti bahwa Bank Indonesia menata usahakan rekening pemerintah. Disamping itu, atas permintaan pemerintah, bank Indonesia untuk dan atas nama pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menata usahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan pemerintah terhadap pihak luar negeri. Pemerintah wajib meminta pendapat bank Indonesia dan / atau mengundang bank Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan, dan keuangan yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia atau masalah yang termasuk kewenangan bank Indonesia.
Tugas dan wewenang BUMN yang ditunjuk oleh pemerintah antara lain adalah :
·         Melakukan pembayaran kewajiban kepada Bank Indonesia;
·         Melakukan penyaluran dan administrasi kredit program;
·         Mencari sumber-sumber pendanaan untuk melanjutkan pelaksanaan kredit program

HUBUNGAN INTERNASIONAL
Bank Indonesia dalam melakukan tugasnya dapat melakukan hubungan internasional, yang dilakukan sebagai berikut :
1.      Bank Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan bank sentral lainnya, organisasi, dan lembaga internasional. Kerja sama tersebut misalnya dibidang:
·         Intervensi bersama untu kestabilan pasar valuta asing.
·         Penyelesaian transaksi lintas Negara
·         Hubungan koresponden
·         Tukar-menukar informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan tugas-tugas bank sentral, termasuk dalam melakukan pengawasan bank
·         Pelatihan / penelitian seperti masalah moneter dan sistem pembayaran
2.      Dalam hal yang dipersyaratkan bahwa anggota lembaga internasional dan atau lembaga multilateral adalah Negara, bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama Negara Republik Indonesia sebagai anggota.

semoga bermanfaat :)